CARA MENGELOLA SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENDEKATAN PIMPINAN PERUSAHAAN

Sejalan dengan Graen dan Cashman (1975) dalam Dunegan dkk. (1992) penulis berkesimpulan bahwa kualitas hubungan atasan-bawahan memiliki pengaruh terhadap peringkat prestasi kerja. Faktor penting dalam proses kepemimpinan adalah hubungan yang dimiliki oleh pemimpin dengan individu bawahannya, hubungan baik antara pemimpin dan bawahannya adalah untuk memastikan berfungsi secara efektif (Vatanen, 2003). Karena hubungan pemimpin dengan bawahan diperlukan pemahaman lebih mendalam faktor-faktor baik yang mendahului maupun hasil dari kualitas hubungan pemimpin dan bawahannya.

Pendekatan ini memiliki argumen bahwa kualitas pertukaran secara individu (the quality of dyadic exchange) dapat berbeda secara bermakna diantara seorang atasan (supervisor) dan individu bawahannya (subordinates). Dalam hubungan atasan-bawahan tersebut hubungan atau interaksi pertukaran dikendalikan oleh atasan, dan atasan sangat dekat dengan beberapa bawahan yang disebut in-group dari pada bawahan.
Selanjutnya menurut Charles fracas dan suzy wetlauger mengatagorikan kepemimpinan menjadi lima macam:

  1. Pendekatan strategi. Eksekutif yang menggunakan pendekatan ini mempercayai dan menyadari bahwa pekerjaan yang paling penting adalah untuk mendisain dan mengimplementasikan strategi jangka panjang sebab kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya, dan memutus arah perusahaan yang optimal.
  2. Pendekatan aset sumber daya manusia. Para CEO bahwa formulasi strategi percaya bahwa pekerjaan utamanya adalah menanamkan nilai-nilai, perilaku dan sikap demi pertumbuhan dan perkembangan individual.
  3. Pendekatan kepakaran. Para CEO mempercayai bahwa tanggung jawab terpenting adalah memilih.
  4. Pendekatan kotak. CEO yang menggunakan pendekatan ini percaya bahwa dapat menambah nilai dengan menciptakan komunikasi dan monitoring suatu pola pembiyaan atau control budaya yang eksplisit, meyakinkan perilaku dan pengelaman yang dapat diprediksi.
  5. Pendekatan perubahan. Para CEO adanya keyakinan bahwa peran terpenting adalah menciptakan lingkungan penemuan yang berkelanjutan walaupun dalam lingkungan menimbulkan kekhawatiran dan kebingungan, mengarah pada pada kesalahan strategi, dan melukai perkembangan studi tentang kepemimpinan.

Adapun bila diterapkan dalam dunia pendidikan tentang model-model tersebut, sebagimana diungkapkan oleh Agus Dharma :

  • Model Otokratis, seorang pemimpin menentukan sendiri kebijakan secara rinci dan harus dilaksanakan tanpa pertanyaan.
  • Model Permisif, beranggapan bahwa semua orang pada prinsipnya terlahir bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kewajibannya.
  • Model Partisipatif, melibatkan stafnya dalam memutuskan suatu perencanaan, semua keputusan telah dimusyawarahkan terlebih dahulu.
  • Model Situasional, situasi dan kondisi waktu sebuah keputusan harus diambil. Kepemimpinan ada yang bersifat resmi (formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul didalam suatu jabatan. Ada pula kepemimpinan karena pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan. Sedangkan kepemimpinan yang bersifat tidak resmi (informal leadership) adalah kepemimpinan yang resmi didalam pelaksanaannya selalu berlandasakan peraturan-peraturan resmi,  sehingga daya cakupnya agak terbatas.

Kepemimpinan tidak resmi mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas resmi, karena kepemimpinan demikain didasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat. Ukuran benar tidaknya kepemimpinan tidak resmi terletak pada tujuan dan hasil pelaksanaan kepemimpinan tersebut, menguntungkan atau merugikan bagi masyarakat.

Walaupun pemimpin (melaksanakan kepemimpinan) yang resmi tidak boleh menyimpang dari peraturan-peraturan resmi yang menjadi landasannya, akan tetapi melakukan kebijaksanaan yang dapat memancarkan kemampuan.
Kepemimpinan yang tidak resmi dapat digunakan didalam suatu jabatan resmi dan masyarakat belum dipungut peraturan-peraturan resmi, pemimpin dapat menggerakan kekuatan-kekuatan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Perkembangan kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok sosial, seseorang atau beberapa orang diantara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif dari pada rekan-rekannya, sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol dari lain-lainnya. Itulah asal mula timbulnya kepemimpinan, yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam struktur sosial yang kurang stabil.
Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keadaan-keadaan dimana tujuan kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila kelompok tadi mengalami ancaman dari luar. Dalam keadaan demikian, agak sulit bagi warga kelompok menentukan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

Syarat-syarat kepemimpinan :
  1. Memberi kesenangan dalam jasmani.
  2. Menunjuk pada keahlian dan kepastian hukum.
  3. Menggerakkan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja.
  4. Memberi kesenangan rohani.
  5. Menunjukkan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-segan untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran kepada para pengikut-pengikutnya.
  6. Menunjukkan pada suatu sikap yang patut dihormati.
  7. Menunjukkan kelebihan didalam ilmu pengetahuan, kepandaian dan ketrampilan.
  8. Sifat memberikan semangat kepada anak buah.
Macam-macam gaya kepemimpinan yaitu :
1.    Gaya kepemimpinan yang otoriter
Ciri-cirinya sebagai berikut :
  • Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.
  • Pengikut sama sekali tidak dapat diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok dan cara-cara untuk mencapai suatu tujuan.
  • Pemimpin terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam proses interaksi didalam kelompok tersebut.
2.    Gaya Kepemimpinan yang demokratis
Ciri-cirinya sebagai berikut :
  • Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga anggota kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan-tujuan yang harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
  • Pemimpin secara aktif memberikan saran bagi para pengikutnya.
  • Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun dari para pengikutnya.
  • Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
3.    Gaya Kepemimpinan yang Bebas
Ciri-cirinya sebagai berikut :
  • Pemimpin menjalankan peranannya secara pasif.
  • Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya dan diserahkan kepada kelompok.
  • Pemimpin hanya menyediakan sarana yang diperlukan bagi para kelompoknya.
  • Pemimpin berada pada ditengah-tengah kelompok, namun dia hanya beperan sebagai penonton.

Cara-cara demokratis mungkin dapat diterapkan didalam suatu masyarakat yang warganya mempunyai taraf pendidikan yang cukup. Cara-cara otoriter mungkin lebih tepat untuk diterapkan didalam masyarakat yang sangat homogen, sedangkan cara-cara yang bebas mungkin lebih cocok kepada masyarakat yang relatif homogen.
Gaya yang tidak efektif adalah sebagai berikut :

  1. Pencinta Kompromi (Compromiser). Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja berdasarkan situasi yang kompromi.
  2. Missionari. Manajer seperti ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dalam arti memberikan perhatian yang besar dan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja tetapi sedikit perhatian terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai.
  3. Otokrat. Pemimpin tipe seperti ini memberikan perhatian yang banyak terhadap tugas dan sedikit perhatian terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai.
  4. Lari dari tugas (Deserter). Manajer yang memiliki gaya kepemipinan seperti ini sama sekali tidak memberikan perhatian, baik kepada tugas maupun hubung kerja.

Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard yang amat menarik untuk dipelajari. Menurut gaya kepemimpinan situasional, ada tiga hal yang saling berhubungan yaitu :

  • Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
  • Jumlah dukungan sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan.
  • Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.

Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada perilaku pimpinan dengan bawahan (followers) saja, yang dihubungkan dengan tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity) dalam hal ini diartikan sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan (followers) untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku sendiri.
Membangun Merek Kepemimpinan (Dave Ulrich). Model umum atribut kepemimpinan hanya memberikan nilai yang tidak berarti. Merek kepemimpinan, keunggulan bersaing, terjadi pada saat pemimpin disetiap tingkat organisasi mengerti dengan jelas hasil-hasil utama yang diinginkan, kemudian mengembangkan pendekatan konsisten untuk mencapai hasil-hasil tersebut dan membangun atribut-atribut yang mendukung pencapaian hasil-hasil tersebut.

Ini dapat berhasil jika atributatribut yang benar secara strategis dikaitkan dengan hasil-hasil yang diinginkan. Pelatihan kepemimpinan, penetapan kerja, input balik 360 derajat dan pemberian pelatihan harus difokuskan kepada atribut-atribut dan hasilhasil yang ingin dicapai.
Mengapa Visi Menjadi Hal Yang Penting (Robert Knowling)
Knowling memperdebatkan bahwa visi dan nilai-nilai membentuk perilaku organisasi dan mencetuskan tindakan strategis. Ia mengajukan langkah-langkah untuk menetapkan, mengartikulasikan dan menyebarkan visi dan nilai-nilai yaitu :

  1. Menilai organisasi, industri dan sektor ekonomi.
  2. Berbicara kepada karyawan baru.
  3. Mencocokkan atribut-atribut dan usaha dengan hasil-hasil
  4. Berhubungan dengan pelanggan, mitra kerja, dan karyawan garda depan.
  5. Memimpin perubahan.

Kondisi-kondisi yang dapat merusak perubahan yaitu :
  1. Meremehkan Budaya. Budaya menentukan bagaimana orang-orang bekerja sama dan bagaimana respons mereka terhadap perubahan. Tidak ada pemimpin yang dapat berhasil tanpa mengenali dan membentuk norma-norma dalam kerja.
  2. Menyatakan kemenangan. Apabila tidak bekerja untuk peningkatan yang sistematik dan kontinyu, organisasi akan segera kembali kebentuk semula. Kemenangan yang sejati seperti visi yang dipaksakan, tidak pernah benar-benar tercapai.
  3. Membiarkan orang lain menarik nafas. Mengajak orang mau ikut dalam perubahan dan memberkan respons akan kegagalan. Kemudian menciptakan struktur dan proses berjalan untuk membuat perubahan menjadi dari bisnis.
  4. Mendelagasikan proses perubahan. Seorang pemimpin harus berjalan diruang terbuka, menelepon dan menunjukkan keberadaannya secara fisik dan emosional. Dan, proses perubahan dimulai dari diri pemimpin, bagaimana pemimpin memimpin rapat, mengelola jadwal-jadwal dan membagi informasi.
  5. Mempercayai tekanan Diri Sendiri. Merupakan hal yangmudak untuk tergoda akan kesuksesan. Setiap pemimpin menerima laporan yang baik dari lapangan. Kurangi berita-berita yang baik dan perhatikan keraguan yang ada pada diri pemimpin. Kesuksesan pribadi dan organisasi, keduanya berbahaya dan akan berlalu dengan cepat.

Good to Great karya Jim Collins bukan sekadar buku yang berbicara tentang kemajuan dalam organisasi, namun tentang bagaimana bertumbuh menjadi luar biasa. Sejak dibagian awal buku, Jim Collins menekankan bahwa "good is the enemy of great". Kata-kata ini akan terus diulang didalam buku, sehingga pembaca akan terdorong untuk "melepaskan" diri dari bayang-bayang pencapaian yang sudah diraih organisasinya untuk fokus agar terus bertumbuh menjadi luar biasa.

Cara melacak pemimpin masa depan bisnis
Mereka secara konsisten memberi hasil yang ambisius. Mereka terus menerus memperlihatkan pertumbuhan, kemampuan menyesuaikan diri dan pemelajaran yang lebih baik serta lebih cepat ketimbang rekan mereka yang berkinerja bagus.

Mereka mengambil peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih besar dan menantang, dengan demikian mengembangkan kemampuan dan kapasitas serta memperbaiki penilaian.
Mereka mampu mencari solusi bisnis dan punya imajinasi tinggi dalam membubuhkan bisnis mereka. Mereka terdorong untuk membawa bisnis ke level.

Mereka mempunyai kemampuan observasi yang sangat cermat, membentuk penilaian tentang orang dengan terpusat pada keputusan, perilaku, dan tindakannya dan bukan dengan mengandalkan reaksi.
Mereka berbicara secukupnya, merupakan pemikir jernih,dan mempunyai berani mengungkapkan pendapat meskipaun kemungkinan mendapatkan reaksi negatif dari pendengar. Mereka mengajukan pertanyaan tajam yang membuka mata dan mengakibatakan imajinasi.

Mereka dengan perseptif menilai bawahan langsung, berani memberikan masukan. Mereka mengetahui kriteria mutlak tugas bawahan mereka dan menyesuaiakan tugas tersebut dengan orangnya bila ada ketidakcocokan, mereka langsung menanganinya. Mereka mamapu mengenali bakat dan melihat “bakat anugrah Tuhan” orang lain. Bila tujuan sudah ditetapkan, prioritas pun harus ditetapkan sebagai berikut  :

  • Membuat proses untuk mencari tahu penyebab margin bruto yang lebih rendah, menumpuknya stok, dan besarnya piutang, lalu membuat keputusan mengenai divisi apa yang harus dipertahankan, dihapus, atau dibentuk ulang.
  • Menentukan, dalam setiap divisi, lini produk dan segmen pelanggan, yang harus diutamakan, tidak diutamakan, atau dihapus.
  • Mendapatkan uang tunai dengan menjual asset yang tidak berada didaftar prioritas.
  • Segera menentukan dimana harus menempatkan lebih banyak sumber daya dengan caliber yang berbeda (contoh dalam bidang teknologi dan pemasaran) agar mendapatkan margin bruto yang lebih tinggi.
  • Segera membentuk tim lintas fungsi yang akan menangani issu berkenaan dengan kepuasan pelanggan dalam segmen terpilih, menurunkan biaya, dan mengubah ukuran organisasi untuk mengantisipasi penurunan pendapatan.
  • Membentuk “tim SWAT” untuk menagih piutang lebih cepat dan memperbaiki pergerakan stok. Mengomunikasikan prioritas lalu menanggulanginya lagi.

Kecerdasan Emosional Seorang Pemimpin (Daniel Goleman)
Bagi seorang pemimpin yang sukses, kecerdasan emosional merupakan hal yang penting dari pada IQ atau keterampilan teknik. Yang termasuk dalam kecerdasan emosional adalah kepedulian terhadap diri sendiri, kemampuan untuk mengelola emosi dan desakan hati, kemampuan untuk memotivasi orang lain, kemampuan untuk memperlihatkan empati dan kemampuan untuk menjaga hubungan.

Seorang pemimpin yang sukses memilih untuk memberi penghargan terhadap karyawannya berdasarkan kecerdasan emosi yang mereka miliki. Mereka juga berusaha untuk mengembangkan kecerdasan emosional karyawan dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan, kemampuan untuk melihat jangka panjang dan serangkaian perilaku produktif lainnya. 

Ada lima demensi kecerdasan emosional yang merupakan dasar kecakapan kepemimpinan :
Kesadaran terhadap diri sendiri yaitu kemampuan kepemimpinan yang didasari oleh kesadaran terhadap diri sendiri adalah kepercayaan diri, sehingga dapat memimpin dengan tegas, dengan kekuatan dimana hal itu merupakan sumber keberanian dalam kepemimpinan.

Mengelola emosi pemimpin yang efektif belajar bagaimana mengatasi perasaan, terutama perasaan besar yaitu kemarahan, kegelisahan, kesedihan dan merasa tidak memiliki kemampuan.

Memberi motivasi mempunyai kemampuan memberikan motivasi berupa optimisme dengan melihat kebelakang sebagai kekuatan untuk melakukan perubahan dan selalu mencoba lagi.

Menunjukkan empati empati merupakan dasar untuk mengatasi perbedaan yang ada didalam tenaga kerja. Empati juga merupakan hal yang sangat diperlukan dalam memberi latihan yang efektif dalam mengembangkan orang lain. Empati adalah salah satu kunci dari ketrampilan kepemimpinan.

Menjaga hubungan berpikir positif, menyelesaikan konflik, memahami arti hubungan. Dengan kata lain, terampil dalam berhubungan dengan orang lain merupakan sesuatu yang memiliki kekuatan besar dalam memaksakan potensi dari sebuah tim.

Permasalahan Dengan Kerendahan Hati (Patrick Lencioni)
Seorang pemimpin yang tidak mampu menyatakan dirinya dan kurang memiliki karisma dapat mengalami kegagalan dalam menghasilkan kepercayaan. Seorang pemimpin berkarisma yang yakin bahwa dirinya lebih penting dari orang ain, secara perlahan akan kehilangan pengikut. Untuk menghasilkan kesetiaan dan kegairahan, seorang pemimpin perlu merangkaiakan hati dengan karisma. Kedua hal itu dapat dikembangkan melalui refleksi, umpan balik dan penekanan pada ketulusan.

Pemimpin yang karismatik yang mau duduk bersama masyarakatnya dan berdiskusi tentang naik-turunnya gaya kepemimpinan mereka, kemungkinan besar akan menjadi rendah hati oleh pengalaman-pengalamannya.
Tetapi karena mereka terbuk dan memasyarakat mereka akan lebih suka untuk mempertahankan sisi karismatiknya. Proses untuk menjadi rendah hati yang diketahui publik dapat meningkatkan kemampuan seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang karismatik karena hal itu menunjukkan keinginan untuk ketulusan. Baca juga Pengertian-kepemimpinan

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini? Klik...

Comments

Kirim E-mail anda dapatkan artikel berlangganan gratis....

Enter your email address:

DELIVERED BY sptirtadharma.net ||| 🔔E-mail : pdamsptd86@gmail.com

🔝POPULAR POST

ENAM CIRI CIRI BOS PELIT TINGKAT DEWA

RESIKO PETUGAS PDAM TERHADAP PELANGGAN

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI DIBARAT

EMPAT TIPS TIDAK MUDAH DIADU DOMBA REKAN KERJA DIKANTOR

MEMBUAT RUTE BACA METER DAN TIPS AGAR TAHU TOTAL PEMAKAIAN

FOLLOWERS