PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Slamet (2002:29) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya yang dikemukakan oleh Slamet (2002:30) menyatakan bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada diri seseorang dan kepemimpinan mencakup kepada orang yang dipimpinnya.
Kepemimpinan adalah suatu upaya untuk mempengaruhi pengikut bukan dengan paksaan untuk memotivasi orang mencapai tujuan tertentu. Kemampuan mempengaruhi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dari para anggotanya (Gibson 1986:334). Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya.

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

Menurut G.R. Terry Hoyt (dalam Kartono, 2003) pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan yang diinginkan kelompok.Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan memotivasi orang lain, melakukan sesuatu sesuai tujuan. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberikan serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting 1999:21) Siangian P (1999:208).
Ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yaitu :
  • Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dari seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan.
  • Otokrasi yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri.
  • Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sistem sosial itu sendiri.
Untuk mengerti kepemimpinan maka memahami teori kepemimpinan. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain, baik didalam organisasi maupun diluar oraganisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu situasi dan kondisi tertentu.

Menurut John Gage Allee dalam Kartono (2004:38) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang iinginkan. Hal ini berarti secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.

MODEL KEPEMIMPINAN
Kepemimpian adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (Harold Koontz). Konsep kepemimpinan dapat dilihat dari dua kubu, yaitu Kubu Determinisme yang menganggap bahwa pemimpin dilahirkan (Takdir), dan kubu Non Determinisme yang menganggap bahwa pemimpin merupakan suatu proses (dapat dipelajari).

Berbagai penelitian tentang kepemimpinan telah melahirkan berbagai pendekatan dalam studi kepemimpinan seperti :
  1. Pendekatan kesifatan, memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak pada seseorang.
  2. Pendekatan perilaku, bermaksud mengidentifikasi perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif.
Kedua pendekatan ini (sifat dan perilaku) mempunyai anggapan bahwa seorng individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dan dimana pun berada.
Pendekatan situasional menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan penghargaan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan.

Pandangan situasional menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas gaya kepemimpinan tertentu.
Pendekatan situasional ini muncul karena para peneliti tentang gaya kepemimpinan tidak menemukan pendekatan yang paling efektif bagi semua situasi (Fielder dengan teori contingency, Tannembaum dan Schmidt, dengan teori rangkaian kesatuan kepemimpinan (leadership continuum), Hersey dan Blanchard, dengan teori siklus kehidupan).
Keberhasilan seorang pemimpin tergantung (contingent) baik kepada keadaan diri pemimpin maupun kepada keadaan organisasi. Pemimpin yang cenderung berhasil pada situasi tertentu belum tentu berhasil pada situasi yang lain.

Variabel Situasional Fielder mengemukakan tiga dimensi variabel situasional yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yaitu :
  1. Hubungan pemimpin dengan bawahan (Leaser-Member Relations), sejauh mana pimpinan diterima oleh anggotanya.
  2. Posisi kekuasaan atau kekuatan posisi (Position Power), kekuasaan dari organisasi, artinya sejauh mana pemimpin mendapatkan kepatuhan dari bawahan dengan menggunakan kekuasaan yang bersumber dari organisasi secara formal (bukan kekuasaan yang berasal dari kharisma atau keahlian).
  3. Pemimpimpin yang memiliki kekuasaan yang jelas (kuat) dari organisasi lebih mendapatkan kepatuhan dari bawahannya.
Berdasarkan tiga dimensi tersebut, maka ada dua gaya kepemimpinan menurut Fielder yaitu :
  1. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas (task oriented).
  2. Gaya kepemimpinan yang mengutamakan hubungan dengan bawahan (Human relations).
Teori contigensi dari Fielder menyatakan bahwa interaksi antara kepribadian pemimpin dan sutuasi. Situasi dirumuskan dengan dua karasteristik, yaitu :
  1. Situasi sangat menyenangkan (menguntungkan), adalah situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.
  2. Situasi sangat tidak menyenangkan (tidak menguntungkan), adalah situasi yang dihadapi dengan ketidak pastian.
Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah sebagai berikut :
  1. Pemimpin bekerja dengan orang lain artinya seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi.
  2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggung jawabkan (akuntabilitas). Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk menyusun tugas, menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.
  3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas. Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin mengatur waktu secara efektif menyelesaikan masalah secara efektif.
  4. Pemimpin berpikir secara analitis dan konseptual. Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat, pemimpin menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas.
  5. Seorang mediator konflik selalu terjadi pada setiap tim.
  6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat. Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi, sebagai seorang diplomat seorang pemimpin harus mewakili tim.
Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :
  1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, dan mentor konsultasi.
  2. Fungsi peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
  3. Peran pembuat keputusan berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.
Prinsip sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi.

Prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat diubah. Prinsip merupakan suatu pusat/sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan empat dimensi seperti keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) adalah sebagai berikut :
  1. Seorang yang belajar seumur hidup. Tidak hanya melalui pendidikan formal tetapi juga diluar sekolah.
  2. Berorientasi pada pelayanan. Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan pemimpin lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
  3. Membawa energi yang positif. Setiap orang mempunyai energi dan semangat, menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan dengan mendukung kesuksesan orang lain.
Untuk itu dibutuhkan energi positif membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin menunjukkan energi yang positif seperti :
a.    Percaya pada orang lain.
b.    Keseimbangan dalam kehidupan.
c.    Latihan mengembangkan diri sendiri.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berprinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).

Kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai sasaran, menurut Stoner kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berharap kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Baca Juga : 

Menurut Handoko (1995:294) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Menurut Soetopo (1984:1) kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama.
Menurut Handoko (1995:294) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki  seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai sasaran.
Menurut Stoner kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Thoha (2004:264) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok. Tentang kriteria seorang pemimpin yang dicanangkan, disyaratkan dalam sebuah pemilihan, lembaga, biasa adalah memiliki visi, misi, transparan, aspiratif, antikorupsi dan sebagainya. Lebih menyangkut pada kualitas dirinya sendiri, tidak langsung fungsinya terhadap anak buahnya, persyaratan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan maka beberapa syarat kemampuan lebih kepada fungsi dan tanggung jawab seorang pemimpin kepada anak buahnya.
  1. Pager (perlindungan). Seorang pemimpin adalah pager, merupakan simbol batas sekaligus simbol perlindungan. Pemimpin harus menjadi pagar atau pelindung bagi anggotanya, masyarakatnya, rakyatnya. Pagar dari seorang pemimpin adalah keberaniannya, kekuatannya dan rasa tanggung jawabnya sebagai pemimpin dengan mengayomi, menjaga dan melindungi anggota dan anak buahnya dari apa saja yang mengganggu, merugikan dan mencelakakan. Banyak pemimpin tidak melaksanakan fungsi pager.
  2. Marmer (modal). Marmer adalah bahan baku bangunan yang mahal. Marmer adalah simbol kemewahan, marmer pada pemimpin adalah modal yang kuat, kekayaan, wibawa, kharisma, pengaruh, penampilan yang meyakinkan dan sebagainya.
  3. Angger (konsisten). Angger artinya tetap adalah simbol konsistensi. Pemimpin harus konsisten, teguh pendirian, tetap dalam prinsip dan tidak berubah-rubah. Pemimpin yang tidak konsisten apalagi tidak memiliki prinsip adalah pemimpin yang buruk bahkan tidak pantas jadi pemimpin. Konsistensi akan membuat pemimpin dihormati, dihargai dan tidak sembarangan orang memperlakukannya.
  4. Beubeur (mengikat). Beubeur adalah ikat pinggang. Ini adalah simbol ikatan. Pemimpin harus bisa mengikat bawahannya dengan aturan, pembagian tugas, tata tertib, kepantasan, penempatan orang dan lain-lain dengan tepat dan benar. Dalam rangka menguasai aturan, menjalankan dan mencontohkan sikap konsisten terhadap aturan, kemudian menerapkannya kepada bawahan.
  5. Liter (mensejahterakan). Simbol jaminan kesejahteraan bila hanya aturan, perintah dan pekerjaan yang diperintahkan tidak akan membawa hasil yang maksimal. Faktor terpenting dari hubungan atasan-bawahan adalah kualitas hubungan atau interaksinya. Cukup banyak hasil penelitian mengungkap bahwa kualitas hubungan atasan-bawahan berhubungan dengan variabel sikap dan kinerja bawahan.
Dalil (postulate) yang dibuat oleh Graen dan Cashman (1975) dalam Dunegan dkk. (1992) adalah bahwa bawahan yang melakukan hubungan dengan kualitas yang tinggi kemungkinan menunjukkan peringkat kinerja yang lebih tinggi (karena mendapatkan informasi yang lebih banyak, interaksi yang meningkat, perhatian atasan yang lebih besar, dan lain sebagainya).

Beberapa hasil penelitian (Dansereau 1975, Graen dan Ginsburgh 1977, Liden dan Graen 1980). Dunegan dkk. (1992) lebih lanjut menjelaskan bahwa ternyata peneliti lainnya mendapatkan hubungan seperti yang dimaksud dalam dalil tersebut lemah (Rosse dan Kraut 1983) atau tidak signifikan (Vecchio 1982, Vecchio dan Gobdel 1984).

Menurut Dienesch dan Liden (1986), Miner (1988) seperti yang diungkap oleh Dunegan (1992) meskipun mungkin terdapat suatu kesimpulan intuitif bahwa kinerja bawahan berhubungan dengan kualitas hubungan atasan-bawahan, namun data empiris untuk hubungan yang seperti itu masih belum memadai atau dengan kata lain kejelasan hubungannya masih belum dapat dipecahkan. Baca juga Jadilah-pecinta-sejati-dengan-testo

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini? Klik...

Comments

Kirim E-mail anda dapatkan artikel berlangganan gratis....

Enter your email address:

DELIVERED BY sptirtadharma.net ||| 🔔E-mail : pdamsptd86@gmail.com

🔝POPULAR POST

ENAM CIRI CIRI BOS PELIT TINGKAT DEWA

RESIKO PETUGAS PDAM TERHADAP PELANGGAN

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI DIBARAT

EMPAT TIPS TIDAK MUDAH DIADU DOMBA REKAN KERJA DIKANTOR

MEMBUAT RUTE BACA METER DAN TIPS AGAR TAHU TOTAL PEMAKAIAN

FOLLOWERS