WETLAND TECHNOLOGY UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN LIMBAH DOMESTIK DI BANTARAN SUNGAI KAPUAS
Darmawansa. ST Penulis |
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sungai dalam suatu wilayah perkotaan merupakan satu kesatuan ekosistem alami yang bermanfaat dalam meningkatkan kualitas estetika dan kenyamanan alami kota, sebagai alternatif lokasi mata pencaharian masyarakat dan juga memiliki potensi wisata. Namun, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian sungai semakin lama semakin memudar. Mengingat pentingnya peran sungai maka perlu ditingkatkan lagi kesadaran untuk menjaga kelestariannya. Alih fungsi ruang kota dan semakin tidak terkendalinya pemanfaatan kawasan-kawasan yang "tidak” terawasi seperti kawasan tepi air sungai atau yang lebih umum dengan istilah bantaran / stren sungai, merupakan salah satu masalah dihadapi oleh kota yang memiliki daerah aliran sungai.
Kota Pontianak merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai permasalahan lingkungan hidup yaitu keberadaan permukiman padat penduduk berada di daerah bantaran sungai. Di Kota Pontianak mengalir tiga sungai besar, yaitu Sungai Kapuas, Sungai Landak dan Sungai Ambawang. Sungai tersebut digunakan oleh masyarakat kota pontianak untuk kebutuhannya seperti PDAM, sarana trasnsportasi, dan lain-lain. Perkembangan Kota Pontianak yang semakin cepat menyebabkan rendahnya kualitas sanitasi dan permasalahan drainase di daerah tersebut sehingga pada akhirnya menyebabkan sungai tercemar.
Menurut Effendi, 2003 dalam Syamsul (2008: 121) kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian, kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Kualitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan yang terkandung dalam air dan kaitannya untuk menunjang kehidupan ekosistem yang ada di dalamnya.
Adanya degradasi lingkungan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia menyebabkan terjadinya perubahan dan penurunan kualitas sumberdaya air. Di sepanjang Sungai Kapuas ini dipadati oleh permukiman penduduk yang mana sebagian warga yang tinggal masih membuang limbah cair tanpa proses pengolahan ke sungai, sehingga mengakibatkan pencemaran sungai yang berbahaya bagi kondisi ekologis perairan sungai tersebut. Selain itu adanya kondisi permukiman bantaran sungai yang cenderung mempunyai kemiringan lereng yang cukup tinggi mengakibatkan air dari septictank mengalir ke sungai sehingga berpotensi untuk mencemari air di sungai Kapuas.
Salah satu sumber pencemar terbesar di sungai kapuas yaitu limbah domestik yang berasal dari penduduk di bantaran sungai. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari pembuangan daerah domestic, biasanya berupa tinja atau kemih (Black Water), air buangan dapur dan kamar mandi (grey water). Efek yang dapat ditimbulkan akibat membuang limbah domestik secara langsung ke lingkungan, saluran drainase kota dan badan air tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu yaitu: gangguan terhadap kesehatan, gangguan terhadap biota perairan dan gangguan estetika serta menimbulkan in-efisiensi biaya hidup.
Salah satu teknologi yang mungkin kita terapkan adalah teknologi ekologis yang memberdayakan alam supaya selalu berada dalam keseimbangan. Teknologi tersebut tidak perlu dicari jauh-jauh, ia berada di rawa, di mana-mana di seluruh Indonesia. Teknologi yang terbukti ampuh dalam membersihkan limbah cair tersebut malah sudah diterapkan di negara-negara maju.
Pemanfaatan teknologi pengolahan limbah haruslah mudah diterapkan dan ekonomis serta tidak membutuhkan lahan yang luas sehingga masyarakat dengan mudah mengaplikasikannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni dengan teknologi wetland komunal dengan memanfaatkan bioremediasi tumbuhan. Limbah domestik grey water dan black water yang dihasilkan dari sejumlah rumah penduduk akan di serap kandungan pencemarnya oleh bioremediasi tumbuhan sehingga setiap air limbah yang melewatinya akan berkurang kadar pencemarnya.
Teknologi wetland juga dapat berfungsi sebagai taman hijau dengan memanfaatkan lahan terbatas sehingga dapat memberikan nilai estetika. Sehingga di harapkan inovasi teknologi untuk pengolahan limbah domestik ini dapat dengan mudah diterapkan masyarakat bantaran sungai kapuas yang memilki lahan terbatas.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
- Bagaimana mendesain wetland untuk menangani limbah domestik grey water dan black water ?
- Bagaimana cara kerja teknologi wetland dalam mengolah limbah domestik ?
1.3 Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk ;
- Mendesain teknologi wetland untuk meminimalisir pencemaran air di sungai Kapuas akibat limbah domestik.
- mengetahui cara kerja teknologi wetland dalam mengolah limbah domestik
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dalam karya tulis ini adalah memberikan alternatif dan solusi pengolahan limbah domestik yang dapat diaplikasikan di masyarakat bantaran sungai Kapuas sehingga tercipta lingkungan sungai yang bersih dan sehat.
1.5 Luaran yang diharapkan
Adapun luaran yang diharapkan dari karya tulis ini yaitu mendesain teknologi pengolahan limbah domestik sederhana yang murah, mudah dan alami yang mampu mereduksi senyawa-senyawa pencemar pada limbah cair domestik. Selain itu pula, diharapkan dapat memberikan solusi dalam mengatasi limbah domestik pada masyarakat bantaran sungai Kapuas dengan metode penanganan langsung dari sumber sehingga tidak mencemari sungai Kapuas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komponen Sanitasi dan Limbah Cair
a. Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (http://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi,13/11/2012).
b. Pengertian Air limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. (www.iptek.net.id/ind/warintek/Pengelolaan_sanitasi.php. 13/11/2012).
2.2 Berapa Jenis Limbah yang Sering Mencemari Sungai
Menurut Alaerts, 1984 dalam Rhomaidhi, (2008: 22) menyatakan jenis dan macam air limbah dikelompokkan berdasarkan sumber penghasilan atau penyebab air limbah yang secara umum terdiri dari :
- Air Limbah Domestik Air limbah yang berasal dari kegiatan penghunian, seperti rumah tinggal, hotel, sekolahan, kampus, perkantoran, pertokoan, pasar dan fasilitas-fasilitas pelayanan umum. Air limbah domestik dapat dikelompokkan menjadi air buangan kamar mandi, air buangan WC: air kotor atau tinja, air buangan dapur dan cucian
- Air Limbah Industri Air limbah yang berasal dari kegiatan industri, seperti pabrik industry logam, tekstil, kulit, pangan (makanan dan minuman), industry kimia dan lainnya.
- Air Limbah Limpasan dan Rembesan Air Hujan. Air limbah yang melimpas di atas permukaan tanah dan meresap kedalam tanah sebagai akibat terjadinya hujan.
2.3 Rawa Buatan (Constructed Wetland)
Constructed wetland merupakan suatu rawa buatan yang di buat untuk mengolah air limbah domestik, untuk aliran air hujan dan mengolah lindi (leachate) atau sebagai tempat hidup habitat liar lainnya, selain itu constructed wetland dapat juga digunakan untuk reklamasi lahan penambangan atau gangguan lingkungan lainnya. Wetland dapat berupa biofilter yang dapat meremoval sediment dan polutan seperti logam berat. (www.wikepedia.com)
Pada Constructed wetland terdapat tiga faktor utama, yaitu:
- Area yang digenangi air dan mendukung hidupnya tumbuhan hidrofit
- Media tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air
- Media jenuh air
Constructed wetland ada dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung dari pemilihan dan evaluasi lokasi. Sistem ini bisa disesuaikan ke hampir semua lokasi dan bisa dibangun dalam banyak konfigurasi dari unit tunggal kecil yang hanya beberapa meter persegi sampai sistem dengan luas beratus hektar.
Menurut Metcalf & Eddy Inc (1991) dalam constructed wetland terdapat dua sistem yang dikembangkan saat ini yaitu:
1) Free Water Surface System (FWS)
FWS disebut juga rawa buatan dengan aliran di atas permukaan tanah. Sistem ini berupa kolam atau saluran-saluran yang dilapisi dengan lapisan impermeable di bawah saluran atau kolam yang berfungsi untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau saluran. FWS tersebut berisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang hidup pada air tergenang (emerge plant) dengan kedalaman 0,1-0,6 m . Pada sistem ini limbah cair melewati permukaan tanah. Pengolahan limbah terjadi ketika air limbah melewati akar tanaman, kemudian air limbah akan diserap oleh akar tanaman dengan bantuan bakteri .
Gambar 1.Aliran air atastanah atau Free Water Surface System (FWS)
2). Sub-surface Flow System (SSF)
SFS disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah permukaan tanah. Air limbah mengalir melalui tanaman yang ditanam pada media yang berpori . Sistem ini menggunakan media seperti pasir dan kerikil dengan diameter bervariasi antara 3-32 mm. Untuk zona inlet dan outlet biasanya digunakan diameter kerikil yang lebih besar untuk mencegah terjadinya penyumbatan.
Gambar 2.Aliran air bawahpermukaan atau Sub-surface Flow System (SSF)
Proses pengolahan yang terjadi pada sistem SFS adalah filtrasi, absorbsi oleh mikroorganisme, dan absorbsi oleh akar-akar tanaman terhadap tanah dan bahan organik. Pada sistem SFS diperlukan slope untuk pengaliran air limbah dari inlet ke outlet. Tipe pengaliran air limbah pada umumnya secara horizontal, karena jenis ini memiliki efisiensi pengolahan terhadap suspended solid dan bakteri lebih tinggi dibandingkan tipe yang lain. Hal ini disebabkan karena daya filtrasinya lebih baik. Penurunan BOD nya juga lebih baik karena kapasitas transfer oksigen lebih besar.
Selanjutnya Khiattudin (2003) mengemukakan SFS adalah sistem yg lebih disukai untuk sistem setempat, karena sistim FWS berpotensi menjadi tempat nyamuk berkembangbiak (khususnya jika tidak dipelihara ikan pemakan nyamuk di dalamnya). Sistem SFS ditutup dengan pasir atau tanah, karenanya tidak ada resiko langsung terhadap potensi timbulnya nyamuk.
Sebenarnya rawa buatan (constructed wetland) merupakan sistem pengolahan air limbah yang menggunakan teknologi sederhana dengan pendekatan baru untuk menurunkan pencemaran lingkungan berdasarkan pemanfaatan tanaman air dan mikroorganisme. Tanaman air pada rawa buatan mempunyai peran dalam menyediakan lingkungan yang cocok bagi mikroba pengurai untuk menempel dan tumbuh. Keunggulan sistem ini adalah konstruksinya sederhana tanpa peralatan dan mesin, relatif murah biaya operasional, dan perawatannya, dan mempunyai kapasitas buffer yang luas dan lumpur yang dihasilkan sedikit serta stabil. Sistem ini telah dicoba dalam menghalangi dan menahan aliran dan materal padata menyisihkan pencemar material padatan, menyisihkan beberapa jenis logam, penurunan kadar fosdor, dan penyisihan senyawa nitrogen.
2.4 Cara Kerja Tanaman sebagai Bioremediasi Limbah Rumah Tangga
Tanaman air merupakan bagian dari vegetasi penghuni bumi ini, yang media tumbuhnya adalah perairan. Kemampuan tanaman air menjernihkan limbah cair akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian. Berbagai penemuan tentang hal tersebut telah dikemukakan oleh para peneliti, baik yang menyangkut proses terjadinya penjernihan limbah, maupun tingkat kemampuan beberapa jenis tanaman air. Beberapa tanaman air saat ini banyak di manfaatkan sebagai tanaman hias di pekarangan rumah.
Sedangkan klasifikasi Rawa Buatan (Constructed Wetlands) berdasarkan jenis tanaman yang digunakan, terbagi menjadi 3 kelompok yaitu :
- Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta mengambang sedangkan daun di atas permukaan air atau sering disebut dengan Rawa sistem Tanaman Air Mengambang (FloatingAquatic Plant System). Contohnya Pistia stratoites, Echornia Crassipes, Lemma minor dan lain-lain.
- Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (Submerged)dan umumnya digunakan pada sistem Rawa Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow Wetlands). Contohnya myriophyllum aquaticum, Algae, Egeria densa dan lain-lain
- Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau sering disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Rawa Buatan tipe Aliran Bawah Permukaan (Subsurface FlowWetlands) SSF-Wetlands.. Contohnya :cyperus papyrus, Canna Flacida, Scirpus roburtus dan lain-lain.
Hal tersebut antara lain dikemukakan oleh Suriawiria (2003) yang menyatakan bahwa tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.
Selanjutnya Suriawiria (2003) mengemukakan bahwa penataan tanaman air di dalam kolam pengolahan sehingga dapat berfungsi sebagai saringan hidup bagi limbah cair. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan tanaman air untuk menyaring bahan-bahan yang larut di dalam limbah cair potensial untuk dijadikan bagian dari usaha pengolahan limbah cair. Demikian pula proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu.
Gambar 3. Mekanisme Pemanfaatan Tanaman
Selain itu, tumbuhan rawa juga berfungsi secara tidak langsung dalam proses pembersihan air, yaitu mendukung kehidupan organisme mikro pengurai limbah, misalnya bakteri, jamur, alga dan protozoa. Batang, cabang dan daun tanaman akuatik yang berada di dalam genangan air akan memperluas area tempat organisme mikro melekat.
Hal tersebut dinyatakan juga oleh Haberl dan Langergraber (2002), bahwa proses eliminasi polutan dalam air limbah terjadi melalui proses secara fisik, kimia dan biologi yang cukup komplek yang terdapat dalam asosiasi antara media, tumbuhan makrophyta dan mikroorganisme, antara lain :
- Pengendapan untuk zat padatan tersuspensi
- Filtrasi dan pretipitasi kimia pada media
- Transformasi kimia
- Adsorpsi dan pertukaran ion dalam permukaan tanaman maupun media
- Transformasi dan penurunan polutan maupun nutrient oleh mikroorganisme maupun tanaman
- Mengurangi mikroorganisme pathogen
Mekanisme penyerapan polutan pada rawa buatan, menurut USDA and ITRC dalam Halverson (2004) menyebutkan bahwa secara umum melalui proses abiotik (Fisik dan kimia) atau biotik (mikrobia dan tanaman) dan gabungan dari kedua proses tersebut. Proses pengolahan awal (primer) secara abiotik, antara lain melalui :
- Settling & sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan padatan tersuspensi.
- Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada tanaman, substrat, sediment maupun air limbah, yang berkaitan erat dengan waktu retensi air limbah.
- Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam rawa buatan.
- Photodegradasi/oxidasi, degradasi (penurunan) berbagai unsur polutan yang berkaitan dengan adanya sinar matahari.
- Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas.
Air limbah yang masuk ke dalam rawa buatan akan melewati bagian tengah substrat dan bagian atas substrat yang telah ditanami oleh tanaman akuatik dan semi akuatik. Didalam perjalanannya air limbah yang banyak terdapat logam-logam berat dan bahan pencemar lainnya akan diserap dan dicerna oleh mikroorganisme dan tanaman akuatik yang terapat di dalam rawa buatan. Semakin jauh air limbah berjalan maka kandungan bahan pencemar akan semakin berkurang sehingga apabila keluar dari dalam rawa buatan tersebut bahan pencemar yang dihasikan akan berkurang sehingga tidak akan membahayakan lingkungan sekitar.
Dari beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan teknologi rawa buatan terjadi penurunan sifat fisik, kimia dan biologi dari air limbah tersebut.
Tabel 3. Penurunan parameter fisika, kimia dan biologi limbah
III. METODE PENULISAN
Metode yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode deskribtif, yaitu dengan mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan data sehingga diperoleh suatu hasil yang dapat menjadi solusi terhadap permasalahan limbah domestik di sungai Kapuas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara Studi literatur untuk mendapatkan data sekunder yaitu landasan teori dan data- data lainnya yang mendukung dalam penulisan ini melalui buku dan bahan- bahan tulisan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
IV. PEMBAHASAN
4.1 Proses-Proses Pengolahan Dalam Sistem Wetland
Proses pengolahan air limbah domestik pada sistem wetland berlangsung melalui proses fisika, kimia dan biologi yang disebabkan oleh adanya interaksi antara mikroorganisme, tanaman dan substrat (Haberl et. Al, 1996 dalam Mukhlis, 2005). Proses ini terjadi selama air limbah domestik mengalir melalui substrat, dimana bahan organik diuraikan secara biologis baik secara aerobik maupun anaerobik.
Prinsip dasar sistem wetlands untuk pengolahan air limbah domestik adalah pada proses respirasi tumbuhan air. Tumbuhan air ini mampu menghisap oksigen dari udara melalui daun, batang, akar dan rhizomanya yang kemudian dilepaskan kembali pada daerah sekitar perakaran (rhizosphere). Hal ini dimungkinkan karena jenis tumbuhan air ini mempunyai ruang antar sel atau lubang saluran udara (aerenchyma) sebagai alat transportasi oksigen dari atmosfer ke bagian perakaran. Kelebihan lain dari tumbuhan air adalah dapat bertahan hidup pada kondisi anaerobik (tanpa oksigen). Daerahrhizosphere yang bersifat aerob memungkinkan aktivitas berbagai bakteri pengurai bahan organik pencemar (nitrogen dan fosfor) meningkat. Proses penguraian amonia menjadi nitrat (nitrifikasi) juga meningkat. Proses ini terjadi terus-menerus tanpa berhenti.
Adapun proses-proses yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah dengan memanfaatkan tanaman air dengan sistem wetland, menurut Novonty dan Olem, 1994 dikutip oleh Fitriarini, 2002, ialah:
- Proses Fisika dengan mekanisme removal sedimentasi dan filtrasi.
- Proses Fisika dan Kimia dengan mekanisme removal adsorpsi dan presipitasi fosfor dan logam berat.
- Proses Biokimiawi dengan mekanisme removal: Penurunan bahan organik, Nitrifikasi, Denitrifikasi, Dekomposisi anaerobik, Penyerapan tumbuhan air.
4.2 Faktor Desain Wetland
Menurut Crites & Tchobanoglous (1998) dalam Dhokhikah, 2006 hal-hal yang perlu diperhatikan dalam desain reaktor Wetland :
- Waktu Detensi Penyisihan Bahan Pencemar
- Organic Loading Rate
- Luas Permukaan Yang dibutuhkan
- Aspek Ratio dan Desain Hidrolik
4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Wetland
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengolahan air limbah dengan sistem wetland menurut Wood, 1990 dalam Kurniawan, 2005, adalah:
1. Tanaman/ Vegetasi
Tanaman/ vegetasi dalam sistem Wetland mengambil peranan penting karena memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
- Menyediakan kebutuhan oksigen bagi akar dan daerah perakaran dengan proses fotosintesa, yang digunakan untuk pertanaman biologis bagi mikroorganisme yang berada di zona akar. Dalam hal ini, tanaman memiliki kemampuan memompa udara melalui sistem akar.
- Menjadi komponen penting dalam proses transformasi nutrien yang berlangsung secara fisik dan kimia mendukung proses pengendapan terhadap partikel tersuspensi.
- Proses kematian pada akar disertai pelepasan bahan organik yang mendukung proses denitrifikasi.
- Sebagai media tumbuh mikroorganisme.
- Mendukung proses filtrasi bahan solid.
2. Media Tumbuh (Substrat)
Media pada wetland berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman dan sebagai tempat hidup mikroorganisme pengurai, serta sebagai tempat berlangsungnya proses sedimentasi dan filtrasi bahan polutan (Prasetyaningtyas, 2003). Sedangkan Media tumbuh dalam sistem SSF (Sub-Surface Flow) dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (Metcalf and Edy, 1991) :
- Medium sand, media dengan struktur halus karena komposisi butiran lebih sedikit dari pasir, berdiameter antara 0,04-0,11 mm dan lolos ayakan 2-20.
- Coarse sand, media dengan struktur komposisi tanah berupa butiran besar dengan kandungan kerikil kurang dari 15% dan pasir lebih dari 85%. Struktur media ini antara medium sand dan gravel dan lolos ayakan 2-20.
- Gravelly sand, media ini merupakan kombinasi antara pasir-kerikil dengan prosentase pasir 85% dan kerikil 15%. Tanah mengandung lebih dari 70% pasir, porositas kurang dari 40%.
3. Mikroorganisme
Jenis mikroorganisme yang diharapkan berkembang adalah heterotropik aerobic. Hal ini dikarenakan penguraian bahan organik dalam tanah basah/ rawa buatan berlangsung secara aerobik dan anaerobik (Vyzamal, 1999 dalam Dhokhikah, 2006). Aktifitas mikroorganisme dalam wetland dapat disamakan dengan aktifitas mikroorganisme dalam pengolahan konvensional (lumpur aktif) dan Trickling filter. Tumbuhan menyediakan media penyangga bagi bakteri pengurai zat organik yang tumbuh melekat. Tumbuhan juga berfungsi menyediakan komponen Lingkungan perairan yang dapat meningkatkan efisiensi pengolahan (Yohanna, 2007).
4. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kualitas effluent pada sistem ini. Temperatur berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam mengolah air limbah. Menurut Wood, 1990 dalam Kurniawan, 2005 temperatur yang sesuai untukconstructed wetland adalah 200C-300C.
4.4 Proses Penyerapan Unsur Hara Oleh Tanaman
Zat hara adalah zat-zat yang diserap oleh tanaman dan diperlukan oleh segala aktivitas tanaman. Unsur hara sangat diperlukan oleh tanaman disebut unsur hara esensial, yaitu unsur hara yang tanpa keberadaannya tumbuhan tidak dapat melengkapi daur hidupnya atau unsur yang merupakan penyusun molekul atau bagian tanaman yang esensial bagi kelangsungan hidupnya.
Tanaman menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Unsur C dan O2diserap tanaman melalui daun dalam psoses fotosintesis. Proses penyerapan unsur hara terjadi dalam bentuk anion dan kation terlarut dalam air.
a. Proses penyerapan unsur hara melalui akar
Proses penyerapan unsur terjadi jika unsur-unsur tersebut telah berkontak langsung dengan permukaan akar. Sistem perakaran dan percabangan tanaman yang besar meningkatkan kemampuan tanaman untuk mengabsorbsi unsur hara dari tanah (Fouth dalam Pancawardani, 2004). Dalam rawa akar tanaman mampu menembus tanah hingga 30-76 cm (Gresberg et al dalam Khiatuddin, 2003).
b. Melalui fotosintesis
Pada hakekatnya, semua kehidupan diatas bumi ini sangat tergantung dari proses asimilasi CO2 menjadi senyawa kimia organik dengan energi yang didapat dari sinar matahari. Dalam proses ini energi sinar matahari (energi foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia dengan proses yang disebut fotosintesis. Energi matahari yang ditangkap oleh proses fotosintesis merupakan lebih dari 90% sumber energi yang dipakai oleh manusia untuk pemanasan, cahaya dan tenaga (Kusumah, 2005). Fotosintesis merupakan suatu sifat fisiologi yang dimiliki oleh tumbuhan. Fotosintesis adalah penggunaan energi matahari oleh klorofil dari tumbuhan hijau untuk menggabungkan karbondioksida, air, dan senyawa anorganik lainnya untuk menjadi sel baru. Proses ini sering disebut asimilasi zat karbon. Pada waktu proses fotosintesis berlangsung, molekul-molekul air diambil dari media tumbuhnya. Molekul-molekul air, karbondioksida diambil dari udara atau dari dalam air dalam bentuk karbondioksida terlarut. Oleh kloroplas tumbuhan, atom C, H dan O dari zat-zat tersebut diubah menjadi senyawa hidrat arang (gula atau pati).
4.5 Mekanisme Penyisihan Polutan Dalam Wetland
Menurut Campbell & Ogden, 1999 dalam Kurniawan, 2005 pada dasarnya kandungan organik tidak hilang pada sistem rawa buatan ini, melainkan mengalami peristiwa sebagai berikut berikut yaitu dikonversikan ke plant material, dikembalikan ke atmosfer, terendapkan ke dasar wetland, dikeluarkan ke aliran air downstream
Sebagai contoh removal fisik dari COD dipercaya terjadi melalui proses pengendapan dan penangkapan material partikulat di ruang hampa pada gravel atau media batuan. COD terlarut diremovel oleh pertamanan mikroba pada permukaan media dan menempel pada akar tanaman dan penetrasi rhizome pada bed (EPA, 1993). Kira-kira sebesar 80% total COD dihilangkan melalui pengendapan pertama dan 60%-65% COD yang dihilangkan tersebut adalah dalam bentuk solid (Benefield & Randall, 1980 dalam Kurniawan, 2005).
COD yang berhubungan dengan zat yang terendapkan (setteable solids) di dalam air buangan dihilangkan oleh proses sedimentasi. COD terlarut dan dalam bentuk koloid yang masih tersisa dalam larutan dapat dihilangkan sebagai hasil dari proses aktifitas metabolisme dan interaksi kimia fisik didalam zona perakaran/matrik substrat. Media ini berfungsi sebagai penunjang struktur bakteri seperti halnya mengganti sistem aerator mekanik dalam mentransfer oksigen didalam sistem pengolahan air buangan. Proses penurunan kandungan COD pada sistem tanah basah/ lahan basah/ rawa buatan akan semakin baik bila digunakan media dengan ukuran partikel yang lebih kecil.
Begitu juga dengan senyawa organiknya lainnya dapat dipecah untuk dikonsumsi bagi mikroorganisme dalam sistem wetland. Biodegredasi ini menghilangkan senyawa organik dari air seperti menyediakan energi untuk mikroorganisme. Tingkat kemampuan biodegradasi dari berbagai macam substansi organik tergantung dari kemampuan degradasi relatif dari material, temperatur, konsentrasi oksigen, pH, pengadaan nutrien, konsentrasi substrat dan adanya senyawa toksin yang potensial.
Sistem wetland ini relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemar yang masuk kedalam sistem (Khiatuddin, 2003). Perakaran tanaman yang tumbuh menyebar kesemua arah pada permukaan tanah dapat memberikan lebih banyak tempat hidup bagi bakteri.
Zona aerob terjadi sekitar akar dari rizhoma yang mengurangi oksigen menjadi substrat. Oksigen yang dibutuhkan untuk degradasi disuplai langsung dari atmosfer dengan disfusi atau pengurangan oksigen dari akar makrofita dan rizhoma pada rhizophere. Senyawa organik didegradasi secara aerob seperti halnya secara anaerob oleh bakteri yang menempel pada bagian bawah tanaman (akar dan rizhoma) dan permukaan media. Pertumbuhan optimum tanaman terjadi pada tanah yang subur, aerasi dan drainasenya baik atau tidak cukup menggenang, banyak mangandung bahan organik serta cukup tersedia unsur hara.
Disamping itu, penurunan Total Suspended Solid dalam wetland terjadi melalui proses fisik yaitu sedimentasi dan filtrasi. Proses sedimentasi terjadi dikarenakan air limbah harus melewati jaringan akar tanaman yang cukup panjang sehingga partikel-partikel yang melewati media dan zona akar dapat mengendap. Dengan waktu detensi yang lebih panjang maka padatan mempunyai kesempatan lebih besar mengendap. Penghilangan padatan dengan filtrasi terjadi karena air limbah melewati media yang berpori sehingga padatan tertahan dalam pori-pori media. Struktur akar tanaman, misalnya Phragmites juga menyediakan jalur infiltrasi melalui lapisan atas media sehingga memastikan bahwa permukaan media filter tidak mengalami clogging.
Untuk padatan koloidal dan tidak dapat mengendap removal terjadi melalui beberapa mekanisme. Padatan koloidal menjadi foci bagi pertumbuhan bakteri selama waktu tinggal padatan tersebut akan mengendap dan sebagian yang lain diuraikan oleh mikroba. Removal padatan koloidal yang terjadi sebagai hasil penggabungan (gerak inersia dan brown) yang menghasilkan adsorpsi dengan padatan lain misalnya pada tanaman, dasar kolam dan padatan tersuspensi. Kekeruhan disebabkan oleh adanya padatan tersuspensi dan padatan koloidal dalam air limbah, oleh karena itu removal kekeruhan terjadi melalui mekanisme yang sama dengan removel padatan tersuspensi dan padatan koloid.
4.6 Desain Wetland Di Bantaran Sungai Kapuas
Penggunaan teknologi wetland disungai kapuas dilakukan secara komunal dimana disetiap RT memiliki IPAL tersendiri untuk mengolah air limbahnya. Setiap air limbah domestik yang dihasilkan dari kegiatan penduduk dialirkan melalui aliran menuju ke IPAL. Aliran tersebut dapat berupa saluran kecil atau pipa. Air limbah yang dilairkan ini dapat berupa limbah domestik grey water maupun black water. Berikut desain wetland yang direncanakan untuk mengolah limbah domestik di bantaran sungai Kapuas. Baca Juga : Cara-mencegah-dan-hambatan-yang-terjadi
Gambar 4. Kontruksi wetland
Gambar 5. Penggunaan teknologi wetland untuk limbah domestik
secara komunal di bantaran sungai Kapuas
4.7 Keuntungan Dalam Penggunaan Sistem Wetland
Penerapan teknologi wetland dapat digunakan sebagai alternatif pengolahan limbah, baik domestik maupun industri. Beberapa keuntungan dari penerapan sistem wetland ini antara lain :
- Kebutuhan luas lahan sangat relatif (tergantung kebutuhan).
- Biaya pengolahan dan perawatan lebih murah. Menurut Mangkoediharjo dalam Kurniawan (2005), sistem pengolahan biologis dengan tumbuhan dapat menghemat biaya operasional hingga 50% proses mekanis. Hal ini dikarenakan tumbuhan dapat tetap berkembang tanpa biaya.
- Tidak memerlukan tenaga ahli untuk operasional dan pemeliharaannya karena teknologinya sederhana dan sangat sesuai untuk area yang natural.
- Mampu mengolah air limbah domestik dan industri dengan baik ditunjukkan dengan efisiensi pengolahan yang tinggi yaitu lebih dari 80% (Tangahu, 2001 dalam Rizka, 2005).
- Sistem manajemen kontrol mudah.
- Merupakan teknologi ramah lingkungan.
- Biaya konstruksi murah (http://www.techno-preneur.net)
- Dapat memberikan manfaat ganda karena dapat berfungsi sebagai media hidup hewan dan makhluk hidup lain.
- Cocok dikembangkan di pemukiman kecil, dimana harga tanah lebih murah dan air limbah berasal dari rumah tangga.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Teknologi wetland adalah teknologi yang tepat untuk dipilih sebagai satu diantara teknologi pengolahan air limbah domestik yang mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan ramah lingkungan / berkelanjutan khususnya di bantaran sungai Kapuas.
- Teknologi wetland terbukti effektif dan efisien menurunkan bahan-bahan pollutan/ pencemar yang terkandung dalam air limbah domestik.
- Aplikasi teknologi wetland untuk pengolahan air limbah domestik ternyata cukup ‘simple and apropriate’ untuk masyarakat berpengetahuan dan ketrampilan rendah karena teknologi ini cukup sederhana, mudah dan murah serta terjangkau dalam sistem pengoperasian dan perawatannya.
- Teknologi wetland terbukti memberikan nilai tambah (added value) baik dari aspek estetika maupun sosial ekonomi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5.2 Saran
- Diperlukan gerakan sosial secara kelembagaan yang dimulai dari level terendah seperti RT, RW dan seterusnya dalam mendorong aplikasi sistem wetland dalam pengolahan air limbah domestiknya di bantaran sungai Kapuas.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsul A Siradz , Endra Setyo Harsono Dan Ismi Purba.2008. Kualitas Air Sungai Code Winongo Dan Gajah Wong Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM, 2008
http://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi, diakses 13/11/2012
http://www.techno-preneur.net, diakses 13/11/2012
www.iptek.net.id/ind/warintek/Pengelolaan_sanitasi.php. diakses 13/11/2012
Rhomaidi . 2008. Pengelolaan Sanitasi secara terpadu Sungai Widuri : Studi Kasus Kampung Nitiprayan Yogyakarta :Skripsi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.
Metcalf & Eddy Inc.1991. Wastewater Engineering: Treatment,Disposal and Reuse. Third Edition. Mc Graw – Hill, Inc. New York.
Khiatuddin, Maulida, 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Comments
Post a Comment
✅SILAHKAN KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARTIKEL ATAU KONTEN INI ‼️