MENGENAI BUDAYA KERJA GUNA MERESPON REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DIERA DIGITALISASI
Photo Dok |
Kita sama-sama tahu, bahwa budaya merupakan seluruh hasil olah cipta, rasa, dan karsa manusia yang diturunkan kepada generasi berikutnya, sebagai bagian dari kehidupan sosial bermasyarakat, dan terjadi secara turun temurun. Bagaimana dengan budaya kerja sendiri?
Menurut para ahli
Banyak ahli, baik yang berasal dari akademisi, maupun praktisi memberikan definisi tentang budaya kerja. Di antaranya adalah:
Sulakso (2002) mengemukakan bahwa budaya kerja merupakan the way we are doing here atau sikap dan perilaku pegawai untuk melaksanakan tugas. Maka dari itu, setiap proses atau fungsi kerja harus memiliki perbedaan dalam bekerja yang mengakibatkan munculnya keberagaman nilai-nilai yang sesuai untuk diambil, dalam rangka kerja organisasi.
Triguno (2003) mengemukakan, bahwa budaya kerja merupakan suatu falsafah yang berlandaskan pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian cerminan tersebut muncul dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat serta tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.
Biech mengemukakan bahwa budaya kerja merupakan semua hal yang memiliki arti proses panjang yang terus menerus disempurnakan dengan tuntutan dan kemampuan SDM, kemampuan SDM itu sendiri harus sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui.
Mangkunegara (2005) mengemukakan, bahwa budaya kerja merupakan perangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai, dan norma yang dikembangkan dalam suatu organisasi yang dapat dijadikan sebagai landasan tingkah laku anggota, untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal maupun integrasi internal. Baca Juga : Tiga-strategi-membangun-tim-sukses
Dari beberapa pengertian mengenai budaya kerja di atas, kita dapat menarik benang merah, bahwa budaya kerja, dapat diartikan sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang dikembangkan dalam suatu organisasi, guna menyelaraskan sikap, perilaku, dan aktivitas yang berlangsung dalam suatu organisasi (lingkungan kerja), agar terjadi suasana yang mengakar (positif) dalam lingkungan kerja tersebut.
Ruang lingkup budaya kerja
Sesuai dengan definisi budaya kerja di atas, berarti budaya kerja memiliki ruang lingkup terjadinya budaya kerja itu sendiri. Sudah dapat ditebak pula, bahwa budaya kerja akan terjadi di suatu lingkup yang disebut dengan tempat kerja.
Sebelum era digitalisasi hadir, banyak orang beranggapan bahwa sesuatu yang disebut sebagai tempat kerja, selalu berupa bangunan permanen, dengan meja kursi, dengan banyak orang melakukan aktivitas bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang tenaga kerja. Ruang lingkup ini disebut dengan ruang lingkup perusahaan konvensional.
Seiring perkembangan industri, guna merespon revolusi industri 4.0, di era digitalisasi ini banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang tidak menggunakan banyak tenaga kerja, tenaga kerjanya dapat bekerja di mana saja, teknologi digunakan sebagai pendukung utama aktivitas usahanya. Perusahaan seperti ini dikenal dengan sebutan startup. Seperti apa ruang lingkup budaya kerja yang terjadi pada kedua jenis perusahaan ini? Mari kita simak bersama.
Budaya kerja di perusahaan konvensional
Karena perusahaan konvensional merupakan perusahaan yang yang berfokus pada penampilan fisik, dan struktur pengorganisasian perusahaan. Maka budaya kerja yang dibangun pada perusahaan konvensional, setiap sumber daya manusia (SDM) yang bekerja dalam perusahaan tersebut akan melaporkan pertanggungjawaban hasil kerjanya, pada SDM yang memiliki jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi daripadanya.
Sehingga kemapanan instruksinya lebih jelas. Perusahaan konvensional diisi oleh sumber daya manusia dengan komposisi 30 % merupakan generasi baby boomer, 25% berasal dari Gen X, dan sisanya berasal dari generasi milenial. Perusahaan konvensional memiliki aturan kerja baku, seperti pemberlakuan jam kerja bagi sumber daya manusianya, cara berpakaian, sistem penggajian dengan aturan yang pasti, rutin dan teratur.
Budaya kerja di perusahaan rintisan atau startup
Perusahaan rintisan atau startup merupakan suatu usaha yang memanfaatkan teknologi digital dalam mencari peluang untuk merespon pasar yang tepat guna. Perusahaan startup tidak memerlukan sumber daya manusia yang terlalu banyak, namun dapat menghidupi sumber daya manusia yang banyak.
Hirarki hubungan antara pimpinan dan staf sangat fleksibel, jadi siapapun dapat melakukan diskusi bersama, saling bertukar ide setiap saat jika diperlukan, dan iklim kolaboratif sangat kuat menjadi ciri.
Tujuan menghidupkan budaya kerja
Dalam suatu lingkungan tempat kerja, akan selalu melibatkan tenaga kerja. Besar kecilnya, tergantung dari jenis layanan kerja yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Dapat berupa layanan jasa, perusahaan yang memproduksi suatu barang, atau suatu layanan jual beli suatu barang. Menghidupkan budaya kerja di lingkungan kerja memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah.
Memberikan pembeda yang jelas antara satu lingkungan kerja dengan lingkungan kerja yang lain untuk memunculkan ciri khas atau karakteristik suatu lingkungan kerja.
Sebagai bentuk dukungan untuk menyatukan komitmen, agar sesuai dengan visi dan misi suatu lingkungan kerja, bukan berdasar kepentingan pribadi atau individu.
Agar terjadi keselarasan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam suatu lingkungan kerja.
Jenis-jenis budaya kerja
Setiap lingkungan kerja, memiliki budaya kerja masing-masing sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang sesuai dengan lingkungan kerja tertentu. Unggul atau tidaknya budaya kerja yang terbangun dalam suatu lingkungan kerja, merupakan hal yang relatif, karena lingkungan kerja yang satu dengan yang lain tidak dapat dibandingkan keunggulannya. Berikut ada beberapa kerangka yang dapat diterapkan dalam suatu lingkungan kerja tertentu.
1. Budaya hierarki
Budaya hierarki atau sering dikenal dengan hierarchy culture merupakan budaya yang dibangun berdasar struktur pengorganisasian suatu lingkungan kerja (perusahaan) yang memiliki sifat kontrol secara vertikal, dari atas ke bawah (pimpinan kepada staf).
Koordinasi yang dilakukan bersifat instruktif dilakukan oleh atasan. Lingkungan kerja ini menggunakan prosedur kelembagaan yang bersifat formal dan cenderung kaku. Budaya hierarki lekat diterapkan di lingkungan militer.
2. Budaya pasar
Budaya pasar atau market culture dibangun berdasarkan dinamika kompetisi serta kecenderungan yang muncul saat ini. Fokus budaya pasar berorientasi pada posisi teratas dalam penjualan, dengan pemimpin perusahaan yang tangguh dan selalu mengharapkan hasil yang baik.
Capaian yang diinginkan perusahaan ini adalah pangsa pasar, jumlah produk yang terjual dan keuntungan yang tinggi, sehingga dapat menjadi perusahaan yang nomor satu dalam bidangnya. Budaya pasar sangat pas diterapkan oleh perusahaan berskala multinasional yang memiliki ribuan sumber daya manusia yang tersebar di berbagai negara maupun benua.
3. Budaya adhokrasi
Budaya adhokrasi sangat cocok untuk merespon revolusi industri 4.0. Perusahaan jenis ini akan terus berinovasi dan akan saling berkompetisi untuk membuat perbaikan struktur hidup manusia di masa mendatang. Budaya adhokrasi mengedepankan semangat kolaborasi antara sumber daya manusia yang terlibat, dari atasan hingga staf.
Perusahaan jenis ini akan mendorong sumber daya manusianya untuk selalu berpikir kreatif dengan menghadirkan ide-ide segar untuk mewujudkan inovasi baru bagi perusahaan. Budaya seperti ini banyak terjadi pada perusahaan startup hingga perusahaan selevel unicorn.
4. Budaya kekerabatan
Budaya kekerabatan sering disebut sebagai clan culture, sangat menjunjung tinggi budaya kolaborasi. Masing-masing sumber daya manusia memiliki posisi yang sama dan menumbuhkan semangat menjadi bagian dari suatu keluarga besar yang dinamis, aktif, dan satu dengan yang lain saling memiliki keterkaitan.
Pengorgansasian yang berjalan bersifat terikat oleh komitmen dan tradisi, pimpinan juga sebagai mentor. Nilai keutamaan yang dihidupi adalah kerjasama dalam tim, komunikasi, dan konsensus. Budaya kekerabatan ini cocok diterapkan pada lingkungan kerja yang memiliki sumber daya manusia dengan jumlah tidak lebih dari lima puluh orang.
Budaya kerja (work culture) adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang dikembangkan dalam perusahaan demi menyerasikan aktivitas, sikap, dan perilaku manusia di lingkungan kerja sehingga terbentuk suasana positif.
ReplyDeleteMantap Bro
ReplyDelete