DESALINASI AIR PAYAU DENGAN MEDIA ADSORBEN ZEOLIT DI DAERAH PESISIR PANTAI KECAMATAN SUNGAI KUNYIT KABUPATEN MEMPAWAH
Darmawansa. ST Email: darmawan_sa@yahoo.co.id |
ABSTRAK
Daerah pesisir sering dihadapkan pada masalah keterbatasan sumber daya air. Secara kuantitas, daerah pesisir umumnya memiliki air yang melimpah, tetapi sering kali sulit mendapatkan air untuk berbagai penggunaan, karena kualitasnya tidak memadai. Keterbatasan sumber daya air di daerah pesisir berkaitan dengan kelangkaan air tawar yang dapat dimanfaatkan sebagai air bersih. Pengaruh air laut terhadap tata air amat kuat di wilayah pesisir dan mempengaruhi kualitas air secara umum. Secara kimia, besarnya pengaruh air laut tercermin pada tingginya salinitas. Air yang memiliki salinitas terlalu tinggi dapat mendatangkan kerugian apabila dipergunakan untuk kegiatan- kegiatan tertentu, misalnya berbahaya untuk kesehatan bila digunakan sebagai air minum, menyebabkan kegagalan panen bagi pertanian, korosi bagi peralatan dan bangunan yang terbuat dari unsur logam. Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin). Jika kadar garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30 gram, maka air ini disebut air payau. Namun jika konsentasi garam melebihi 30 gram dalam satu liter air disebut air asin (Suprayogi, 2006).
Berfokus didaerah Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah, masyarakat disana memanfaatkan air sumur untuk kebutuhan sehari- hari seperti mencuci, mandi dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan, di daerah Sungai Kunyit belum ada PDAM sehingga masyarakat menggunakan air sumur. Air sumur yang mereka gunakan merupakan air payau sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu.
Teknologi sederhana yang dapat mengolah air payau menjadi air tawar adalah dengan proses filtrasi dengan memanfaatkan adsorben. Berdasarkan penelitian dari pusat penelitian informatika- LIPI menyatakan bahwa air payau dan air laut dapat diolah menjadi air tawar dengan prinsip adsorbsi menggunakan zeolit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kapasitas penyerapan Na+ antara 0,07 sampai dengan 0,67 meq/100g (Adil Jamali dkk, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gustian dan Totok (2005) menyatakan bahwa zeolit yang telah diaktivasi mampu menyerap kadar garam Na+ sebesar 80 %. Selain menyerap ion Na+, zeolit yang telah diaktivasi juga mampu mengurangi bau amoniak dalam air dan menyerap logam. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka diperlukan upaya alternatif untuk merancang sebuah teknologi sederhana pengolah air payau dengan memanfaatkan zeolit sebagai adsorben. Dengan teknologi ini diharapkan dapat mengolah air payau menjadi air tawar sebagai bahan baku air bagi masyarakat didaerah Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah.
2. METODE
PENELITIAN
2.1 Lokasi dan
waktu
Penelitian dan
perancangan dilaksanakan laboratorium Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura
sedangkan pengmbilan sampel air menggunakan air sumur yang ada di daerah
pesisir pantai Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah. Adapun titik sampling yang
diambil yaitu :
Titik 1 : berjarak ± 91 meter dari
garis pantai.
Titik 2 : berjarak ± 177 meter dari
garis pantai.
Titik 3 : berjarak ± 560 meter dari garis pantai.
2.2 Jenis Sampel Air
Jenis sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu sampel gabungan tempat. Sampel gabungan tempat (integrated sample) merupakan sampel gabungan yang diambil secara terpisah dari beberapa tempat, dengan volume yang sama.
2.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya 20 liter air payau, 1 kg zeolit yang ada dijual dipasaran, kertas saring, air suling, larutan natrium klorida (NaCl)0.0141 N, larutan baku perak nitrat (AgNO3)0.0141 N, larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5% b/v.
2.4 Peralatan
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pipa PVC 2 inchi dan 1/2 inchi, bak penampung, stopkran, tee, mour PVC, buret 50 ml, labu erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, labu ukur 100 ml dan 1000 ml, gelas ukur 100 ml, pipet ukur 10 ml, gelas piala 1000 ml, spatula, corong gelas, timbangan analitik.
2.5 Metode Pengumpulan Data
a. Data primer : data yang diukur langsung dari air payau,
meliputi salinitas.
b. Data Sekunder : data yang berasal dari referensi atau
data-data serta berdasarkan baku
mutu pemerintah dan studi kepustakaan.
2.6 Variabel Penelitian
a.
Variabel Terikat
Parameter
variabel terikat adalah salinitas, ketinggian media dan diameter tabung.
b. Parameter Variabel Bebas
Parameter variabel bebas pada penelitian ini adalah debit aliran dan ukuran zeolit. Debit aliran yang divariasikan yaitu 100 ml/menit, 120 ml/menit, 140 ml/menit, 160 ml/menit, 180 ml/menit, 200 ml/menit. Sedangkan untuk ukuran zeolit divariasikan dengan ukuran 0,5 mm, 1 mm, 1,5 mm dan 2 mm.
2.7 Rangkaian Alat Pengolahan Air Payau
Pada rangkaian alat disiapkan absorben dalam kolom PVC dengan diameter ukuran 2 inchi dan tingginya 0,5 m. Volume bak penampung yang digunakan 100 liter.
Gambar 3.1 Alat pengolahan air payau |
2.8.1 Persiapan Pengujian
Pembakuan larutan baku perak nitrat ( AgNO3) dengan NaCl 0,0141 N
Dimasukkan 25 ml larutan NaCl 0.0141 N kedalam labu Erlenmeyer 100 ml. dibuatkan larutan blanko menggunakan 25 ml air suling, kemudian ditambahkan 1 ml larutan indicator K2CrO4 5% b/v dan diaduk. Selanjutnya dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terjadi perubahan warna (warna merah kecoklatan) dan dicatat volume larutan AgNO3 yang digunkan untuk contoh uji (A-ml ) dan blanko (B-ml). Pengujian dilakukan secara duplo. Apabila standar deviasi (SD) kadar klorida secara duplo lebih besar dari 5%, maka dilakukan titrasi ke tiga. Kemudian dirata-ratakan volume AgNO3 yang digunakan dan dilakukan perhitungan normalitas larutan baku N AgNO3 dengan rumus :
Dengan pengertian :
2.8.2 Prosedur Penguji
Diambil 100 ml air sampel dan digunakan secara duplo, kemudian sampel air dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml. dilakukan pembuatan larutan blanko. Pada sampel uji ditambahkan 1 ml larutan indicator K2CrO4 5%, kemudian dititrasi dengan larutan baku AgNO3 sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah kecoklatan dari Ag2CrO4, lalu dicata volume AgNO3 yang digunakan. Dilakukan titrasi blanko terhadap 100 ml air suling bebas klorida. Diulangi titrasi tersebut dua kali dan dirata-ratakan volume AgNO3 yang diperoleh.
Air hasil desalinasi dihitung kadar klorida dengan menggunakan persamaan rumus sebagai berikut:
2.9 Anlisis Data
Dari analisa akan dapat diketahui berapa besar penurunannya
Untuk efisiensi
Adapun rumus yang
digunakan untuk menetukan efisiensi dapat dilihat pada persamaan 4 berikut.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisa Sampel Air
Analisa sampel air payau dilakukan untuk mengetahui kandungan
kadar garam pada air tersebut. Air payau yang dianalisa ini merupakan air payau
yang berasal dari sumur yang ada di rumah penduduk pesisir pantai Sungai
Kunyit. Sampel air payau ini dianalisa untuk mengetahui kandungan kadar garam
awal sebelum air ini diolah. Sampel air
payau diambil di tiga sumur yang berbeda. Tujuan pengambilan di tiga sumur ini
untuk mengetahui masing- masing kadar garamnya di setiap sumur sehingga dapat
mewakili pengolahan yang akan dibuat. Setelah sampel air diambil di setiap
sumur kemudian dilakukan analisa kandungan salinitasnya. Pada saat
pengolahannya, sampel air di tiga sumur digabungkan menjadi satu tempat dengan
volume sampel setiap sumur 20 liter. Kemudian diukur salinitasnya. Penggabungan tersebut dimaksudkan untuk
menentukan rerata konsentrasi kadar garam dalam air sampel di sepanjang pesisir
Sungai Kunyit. Hasil analisa sampel air payau di tiga sumur pesisir pantai
Sungai Kunyit dapat dilihat pada tabel 3.1 :
Tabel 3.1 Analisa Sampel Air Payau
Air
Sampel |
Cl-
(g Cl-/liter) |
Salinitas
(mg/liter) |
Sumur
1 |
0,68 |
1,13 |
Sumur
2 |
1,11 |
1,84 |
Sumur
3 |
0,97 |
1,61 |
Gabungan |
0,92 |
1,53 |
Sumber : Hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh di ketiga sumur tersebut memiliki kadar garam yang cukup tinggi melewati standar salinitas air tawar yaitu 1,53 mg/liter atau 0,92 g Cl-/liter. Secara kuantitatif, mutu air payau mengandung klorida antara 0,5 g Cl-/liter sampai dengan 10 g Cl-/liter masih diklasifikasikan sebagai air payau. Merujuk pada baku mutu air bersih (PP No.82, 2001), kandungan klorida dalam air bersih adalah maksimal 0,6 g Cl-/liter (Sarwoko, 2010).
3.2 Analisa Zeolit yang Digunakan
Sampel zeolit yang digunakan yaitu zeolit yang ada dipasaran. Zeolit ini dianalisis untuk mengetahui jenis mineral penyusun zeolit yang digunakan pada penelitian ini. Analisis zeolit menggunakan metode X-Ray Diffraction (XRD). Berdasarkan hasil analisa terdapat empat tipe zeolit yang mungkin digunakan yaitu Cristobalite b, Heulandite, Mordenite, Orthoclase. Penentuan jenis zeolit ini ditentukan berdasarkan interval relatif (%) dan 2Ɵ. Dari gambar 3.1 menunjukkan nilai tipe zeolit yang digunakan yaitu tipe dengan nilai 2Ɵ sebesar 22,43 dan interval relatif sebesar 100 %. Berikut gambar yang menunjukkan jenis mineral dari zeolit yang digunakan sebagai adsorben dalam penelitian ini.
Gambar 3.1 Difragtogram Zeolit yang Digunakan |
3.3 Pengaruh Debit Terhadap Salinitas
Dari percobaan yang dilakukan, zeolit digunakan sebagai adsorben yang dibuat sebagai filter. Ketinggian zeolit yang digunakan yaitu 50 cm dengan diameter tabung filter 5,08 cm. Ukuran zeolit yang digunakan yaitu 1,5 mm. Variasi debit memiliki kemampuan berbeda - beda untuk menurunkan salinitas.
Gambar 3.2 menunjukkan hasil yang didapat dari percobaan yang dilakukan berdasarkan penurunan salinitas terhadap variasi debit .
Gambar 3.2 Grafik Hubungan Antara Debit Aliran Terhadap Salinitas |
Gambar 3.2 menunjukkan presentasi penurunan salinitas semakin besar seiring dengan meningkatnya debit. Pada debit dari 100 ml/menit penurunan salinitas sebesar 22 % meningkat sampai pada debit 160 ml/menit sebesar 27,31%. Namun, pada debit 180 sampai 200 ml/menit penurunan salinitas semakin kecil sebesar 12,28 % dan 10,53 %.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratih Suci Apriani dkk (2010), bahwa semakin lama waktu kontak yang terjadi maka semakin kecil debit aliran air sehingga penyisihan Na+ dan Cl- semakin besar.
Peningkatan penurunan salinitas pada debit 100 ml/menit sampai 160 ml/menit terjadi karena tekanan yang dihasilkan semakin besar yang menyebabkan air dapat menembus jarak antar permukaan partikel. Pada pengujian yang telah dilakukan terdapat beberapa partikel zeolit yang tidak terkontak dengan air sehingga tidak terjadi penyerapan pada permukaan zeolit tersebut yang dikarenakan debit aliran air kecil.
Pada debit antara 160 ml/menit dengan 200 ml/menit menyebabkan semakin kecilnya penurunan salinitas. Debit aliran ini dipengaruhi waktu kontak dimana semakin besar debit aliran masuk maka waktu kontak semakin pendek sehingga proses penyerapan semakin baik. Hal ini disebabkan oleh waktu tinggal atau kontak adsorben dengan adsorbat hanya sebentar (Kirk-Othmer, dalam Ratih, 2010). Dapat dilihat pada gambar 3.2 hasil yang didapat menunjukkan bahwa semakin cepat waktu kontak zeolit dengan air baku maka semakin besar penurunan salinitas. Pada debit 180 ml/menit dengan waktu kontak yang semakin cepat menunjukkan semakin kecilnya penurunan salinitas. Menurut Reynold (1982), Semakin kecil debit yang digunakan mengakibatkan proses adsorbsi semakin baik, sebaliknya semakin besar debit yang digunakan maka proses adsorbsi akan berkurang. Ini dipengaruhi oleh waktu kontak antara air yang diolah dengan adsorbannya. Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Waktu kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Ini terjadi karena kemampuan penyerapan adsorben di tiap debit berbeda-beda.
3.4 Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Salinitas
Hasil analisa penurunan salinitas terhadap ukuran media ditampilkan pada tabel 3.2
Tabel 3.2 Analisa Penurunan Salinitas Terhadap Ukuran Media Zeolit
Ukuran (mm) |
Berat(gram) |
% Penurunan |
2 |
1.524 |
10,25 |
1,5 |
1.557 |
27,31 |
1 |
1.664 |
16,87 |
0,5 |
1.667 |
11,98 |
Pada tabel 3.2 menunjukkan variasi ukuran adsorben menggunakan aliran debit 160 ml/menit. Faktor yang mempengaruhi adsorbsi dalam menurunkan salinitas adalah ukuran zeolit. Ukuran zeolit menentukan luas permukaan adsorben.Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka semakin luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada luas permukaan total adsorbennya (Sawitri, 2008).
Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan efektif antara partikel itu akan meningkat dengan meningkatkanya luas permukaan. Jadi, semakin luas permukaan adsorben maka adsorpsi akan semakin besar. Semakin kecil ukuran partikel maka waktu kontak akan berlangsung lebih lama. Waktu untuk mencapai keadaan setimbang pada proses serapan logam oleh adsorben berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam (Bernasconi, 1995).
Berdasarkan tabel 3.2 dapat dibuat grafik hubungan antara kadar salinitas dengan variasi ukuran. Hasil pengolahan tersebut dapat dilihat gambar 3.3 sebagai berikut.
Gambar 3.3 Grafik Hubungan Antara Ukuran Zeolit Terhadap Salinitas |
Gambar 3.3 menunjukkan bahwa penurunan salinitas dengan menggunakan variasi ukuran zeolit mengalami penurunan pada ukuran zeolit 1,5 mm dengan efisiensi sebesar 27,31 %.
Selain itu faktor yang mempengaruhi penurunan salinitas dari variasi ukuran adalah berat zeolit. Dari tabel 3.3 juga menunjukkan berat zeolit dalam tabung dari variasi ukuran. Berat zeolit pada ukuran optimum 1,5 adalah 1557 gram. Pada penelitian ini variabel tetap yang digunakan adalah ketinggian dan diameter tabung filter. Ini berpengaruh pada banyaknya zeolit dalam tabung filter. Semakin kecil ukuran zeolit dalam tabung maka semakin banyak zeolit yang ada. Menurut Banny Syahputra (2009), perbedaan berat bahan adsorben memiliki kemampuan berbeda- beda dalam menurunkan salinitas (NaCl dan Cl). Penurunan kadar salinitas sejalan dengan penambahan berat adsorben. Berat adsorben dikarenakan kecilnya ukuran partikel.
Dari grafik menunjukkan semakin besar ukuran partikel yaitu dari 0,5 sampai 1,5 semakin besar pula penurunan salinitas. Ini terjadi dikarenakan faktor jumlah zeolit pada tabung filter. Pada ukuran tabung filter yang sama dengan berbedanya ukuran tiap partikel menyebabkan semakin banyak pula zeolit yang ada dalam tabung. Pada ukuran zeolit yang kecil akan terjadi pemadatan antara partikel zeolit yang satu dengan yang lainnya sehingga antar permukaan zeolit bertemu dan merapat dan mengkibatkan tidak adanya kontak air pada permukaan zeolit tersebut. Sedangkan pada ukuran 2 mm penurunan salinitas semakin kecil yaitu 11,98 %. Penurunan ini terjadi karena luas permukaan semakin kecil. Semakin besar ukuran partikel zeolit dalam tabung filter mengakibatkan semakin kecil luas permukaan partikel zeolit sehingga jumlah pori-pori pada partikel zeolit berkurang. Baca Juga : Wetland-technology-untuk-mengatasi
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
1. Nilai optimum penurunan salinitas air payau menggunakan media adsorben zeolit sebesar 27,31 % dengan debit optimum 160 ml/menit, ukuran partikel zeolit sebesar 1,5 mm.
2. Model rancangan desalinasi didesain menggunakan debit sebesar 160 ml/menit, ukuran zeolit sebesar 1,5 mm dengan diameter tabung 2 inchi dan tinggi 1 meter.
4.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan penambahan variasi debit dan ukuran partikel zeolit.
2. Sebaiknya dilakukan analisa GSA (Gas Sorption Analizer) untuk mengetahui ukuran pori zeolit yang digunakan.
Ucapan Terimakasih
Dengan selesainya penelitian ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua orang tua, kedua dosen pembimbing yaitu Ibu Nelly Wahyuni, S.Si, M.Si dan Ibu Dian Rahayu Jati St, M.Si serta kepada teman-teman Teknik Lingkungan 20109 dan semua orang yang telah berperan dalam membantu penelitian yang tidak dapat di ucapkan satu persatu. Harapan saya penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Referensi
Adil Jamali, Kalzani Jafri, M. Amin dan Widi Astuti. 2003. Pengolahan Air Payau Menggunakan Mineral Zeolit. Pusat Penelitian Informatika-LIPI. Bandung. Pemaparan Hasil Litbang. Juli 2003 : A208 – A218
Bambang Poerwadi, dkk. 1998. Pemanfaatan Zeolit Alam Indonesia Sebagai Adsorben Limbah Cair dan Media Fluiditas dalam Kolom Fluidisasi. Unversitas Brawijaya. Malang
Benny Syahputra. 2009. Perancangan Trickling Filter dengan Media Batu Apung Sebagai Upaya Penurunan Salinitas Air Payau. Universitas Islam Sultan Agung. Semarang. Jurnal Studi Lingkungan Vol.1, No.1 Mei 2009 : 47-56
Bernasconi, G.H. et al. (1995) Teknologi Kimia. PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Gustian I dan Totok ES.2005.Studi Penurunan Salinitas Air Dengan Menggunakan Zeolit Alam Yang Berasal Dari Bengkulu.Jurnal Gradien Vol.1 No.1 Januari 2005 : 38-42
Guisnet, M., 2002, “Coke” Molecules Trapped in The Micropores of Zeolites as Active Species in Hydrocarbon Transformations, J. Mol. Catal., 182-183, 367-382.
Hardyanti, N dan Nurmeta, DF.2006. Studi Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Dan Nondomestik (Studi Kasus Perusahaan Tekddtil Bawen Kabupaten Semarang).Jurnal Prespitasi Vol.1 No.1 September 2006. ISSN 1907-187X
Indah Nurhayati, 2001. Filtrasi dengan Media Zeolit Teraktivasi Untuk Menurunkan Kesadahan, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP Universitas PGRI Adi Buada, Surabaya. Jurnal Wahana Volume 57, No 2, Desember 2001
Kirk, R.E. dan Othmer, D.F., 1981, “Encyclopedia of Chemical Technology,” 3thed., Vol 4, John Wiley and Sons, Inc., New York, pp. 561–570
Ratih Suci Apriani, Putu Wesen. 2010.Penurunan Salinitas Air Payau Dengan Menggunakan Resin.Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.Universitas Pembangunan Nasional. Surabaya. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 2 (1). pp. 64-77
Ray, K. Linsleym and Joseph, d.B. 1982. Hidrologi Untuk Insiyur. Erlangga. Bandung
Reynolds, Tom D. (1982). Unit Oprations and Process in Enviromental Engineering.California: Texas A&M University, Brooks/Cole Engineering Division
Sawitri, D. E., dan Sutrisno, T., 2006. Adsorpsi Krom (VI) dari Limbah Cair Industri Pelapisan Logam dengan Arang Eceng Gondok (Eichornia crossipes). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang. Jurnal Sains Pomits Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Suprayogi I, Nadjndji A, Dijatnol dan Muhammad I. 2006.Fenomena Intrusi Air Laut Di Estrusi Akibat Pengaruh Tinggi Pasang Air Laut Dengan Debit Hulu Sungai Menggunakan Pendekatan Model Fisik.ParifikasiVol.7 No.2. Hlm 133 – 138
Comments
Post a Comment
✅SILAHKAN KOMENTAR ANDA DALAM RANGKA MEMBERIKAN MASUKAN KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARTIKEL ATAU KONTEN INI ‼️